Rabu, 04 Agustus 2010

Kejadian juga dah!


05 Juli 2010, Jam 19.55,

Berawal dari secarik kertas dari Ketua RW setempat yang masih aktif, yang berisi undangan rutin arisan bapak-bapak. Maklumlah masih suasana di pedesaan walaupun letak dukuh pas di pinggir jalan raya Jogja-Solo, setiap pertemuan masih kental dengan suasana yang agak formal. Dengan embel-embel arisan, tersisiplah sebuah kalimat "+ pemilihan RT/RW baru". Yah, dalam pikiran saya optimis saja nggak mungkinlah saya bakalan di-dapuk salah satu dari perangkat itu. Maklum saya kan masih muda, (weee e e, pengennya ya, muda terus padahal sudah berbuntut dua, eh, punya anak dua maksudnya.) Sedangkan untuk menjabat sebagai RT atau RW kan biasanya cenderung menunjuk warga yang sudah , maaf, agak berumur alias sepuh serta yang di-tua-kan di dukuh itu. Apalagi saya juga masih tergolong baru. Yo, 'baru' tiga tahun resmi jadi warga setelah berhasil menggaet salah seorang putri dari warga dan pindah jiwo di dukuh itu. (hehehe, menggaet... kaya opo wae ya...)
Singkat kata, jam 19.55 saya berangkat padahal undangan jam 19.30. Sengaja saya berangkat agak belakangan biar acara pemilihan sudah berjalan dulu (hehehe, kalau yang ini jangan ditiru ya. Yang penting ada niat baik mo datang, daripada NGGAK DATANG! Ya tho?). Ketika mau berangkat, eh istri nyeletuk sambil tersenyum, “Wah, piye yo rasane dadi Bu RT? (Wah, gimana ya rasanya jadi Bu RT?).” Yo, langsung aja tak jawab, “wealah ma, aku yo ra kepengen kok. (Halah ma, aku juga nggak mau kok –jadi ketua RT-)” sambil ngeloyor pergi.
Nyampe di sana, dengan muka yang agak saya gedhek-gedhek-kan –rai gedhek alias tebal muka– karena telat, langsung nyalami bapak-bapak yang sudah datang duluan. Weh, Pak Lurah hadir juga bersama salah satu bayan (kepala dukuh) I. Jadi tambah nggedhek nih muka. Untung mereka ada di dalam, so nggak terlalu tengsin hehehe…. Acara rutin pun sudah jalan, asok –bayar– arisan dengan segala ubo rampe-nya. Sambil menyantap snack nasi ketan plus taburan parutan kambil (parutan kelapa)-nya (saya habis dua, lho J) dan sepiring kacang rebus, ber-bla-bla ria dengan bapak-bapak yang ada di samping saya (hehehe, jadi ketahuan kalo kumpulan nggak pernah nyimak acara).
Dan akhirnya, tiba waktunya untuk acara keempat, yaitu lain-lain yang disisipi dengan agenda sesungguhnya. Pak RW yang masih aktif dan juga selaku pembawa acara membacakan acara PEMILIHAN KETUA RT/RW BARU PERIODE 2010-2013. Nah, saat itu juga saya perhatikan semua yang hadir di situ, ada-ada saja tingkah bapak-bapak yang hadir (termasuk saya juga J). Di samping saya, langsung giat menghabiskan kacang rebus satu piring, ada juga bapak-bapak yang tadi males-malesan liat nasi ketan tiba-tiba makan dengan lahabnya. Wah, pokoknya macem-macem yang bikin ketawa dalam hati. Huahahahahahahaa….
Setelah giliran RT 13 sudah memilih ketuanya, selanjutnya RT 12. RT saya. Setelah ramai dengan pengajuan nama-nama calonnya, dan ini yang lucunya. Hampir sebagian bapak-bapak penghuni RT 12 saling menunjuk sehingga tidak ada yang mau menjadi calon. Akhirnya Pak Lurah yang mengambil alih. Dan akhirnya diputuskan ada tiga nama yang terpilih. Satu adalah ketua RT yang lama, satunya seorang bapak-bapak yang sudah agak sepuh, dan satu lagi seorang pemuda. Horeeee…nama saya tidak ada. Tapi kegembiraan saya tidak berlangsung lama. Tiba-tiba ada yang nyeletuk dari belakang, entah siapa, menyebut nama saya. Terang aja bapak-bapak yang lain ikut bersuara, mendukung suara yang mak bedunduk nyeplos tadi.
Saya pun tak bisa berkata-kata lagi, setelah Pak Lurah memutuskan memasukkan nama saya dalam bakal calon. Dan, …..akhirnya. Setelah diadakan pemungutan suara oleh warga RT 12, SECARA SAH, tapi KURANG MEYAKINKAN, saya mendapatkan 9 suara yang artinya saya DINOBATKAN sebagai Ketua RT 12 yang baru mengungguli calon lain dengan selisih 3 angka. Percaya nggak percaya, dengan 9 SUARA bisa menjadi KETUA RT. Mau interupsi, nggak mungkin. Mau nolak juga nggak bakalan direstuin, lha wong sudah melalui pemungutan suara kok. Dan Pak Lurah juga sudah ketok mic-nya tanda sudah resmi. Aarrrghhhh……
Weladalah, seorang pendatang yang ‘baru’ tiga tahun nglurug ke dukuh itu dan belum tahu betul seluk beluk tentang warga di situ, dijadikan KETUA RT? Terbayang semua cerita orang tentang gimana jadi RT dalam pikiran saya. Saya yang baru 28 tahun mencicipi kehidupan dunia harus menjadi yang dituakan di antara bapak-bapak warga yang kebanyakan lebih tua dari saya.
Wadoh, nggak tahu dah gimana nanti. Jalani saja, semoga kuat dan lancar….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar